Jejak Santoso sebagai kelompok pemberontak Mujahidin Idonesia Timur (MIT), memang terhenti seiring dengan kematiannya beberapa waktu lalu. Namun, perjuangan tersebut tak lantas surut begitu saja. Kelompok tersebut kembali menunjukkan eksistensinya setelah tongkat kepemimpinan berpindah ke Ali Kalora.
Ali sendiri merupakan salah seorang ‘petinggi’ yang tersisa dari kelompok teror MIT yang berbasis di Poso, Sulawesi Tengah. Setelah kematian Santoso yang memiliki nama alias Abu Wardah, dialah yang kini dipercaya menghidupkan sel-sel teror MIT di Indonesia dengan sejumlah tenaga baru yang berhasil direkrut. Siapakah Ali Kalora sebenarnya?
Menurut Ridlwan Habib sebagai pengamat terorisme dari Universitas Indonesia yang dikutip dari bbc.com, figur Ali Kalora bukanlah sosok berpengaruh seperti Santoso yang mampu merekrut banyak pengikut. Terlebih, dirinya bukanlah seorang kombatan tempur sebagaimana layaknya pasukan mujahidin yang terbiasa bertempur. Disebutkan pula, kemampuan gerilya Ali sangat terbatas dan hanya mampu hidup sebagai pelarian dari tempat satu ke wilayah lainnya.
Karena minimnya ‘pengalaman’ Ali di lapangan, sosoknya tak terlalu diperhitungkan seperti pemimpin MIT sebelumnya, Santoso. Dirinya bertahan hidup dengan cara melarikan diri dari satu ke tempat ke lokasi lainnya. Tak hanya itu, Ali juga kerap menyamar sebagai warga sipil, hingga petani untuk mengelabui petugas. Berdasarkan foto yang ada, ia tak lagi memelihara janggut lebat untuk menyembunyikan identitas sebenarnya.
Nama Ali Kalora sendiri tiba-tiba mencuat di permukaan setelah adanya insiden pembunuhan terhadap salah seorang warga sipil. Ia menebas salah satu penambang emas tradisional karena diduga telah mengetahui aktifitas kelompoknya.
Kelompok Ali kalora yang bersembunyi di lebatnya hutan Poso dan Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, bertahan hidup dengan cara apapun. Termasuk memeras warga sipil. Ia dan anak buahnya mengandalkan makanan apapun di hutan dan merampok logistik masyarakat. Tak jarang, Ali dan kawanannya tak segan merampok warga dengan disertai ancaman pembunuhan.
Bisa dibilang, ia menerapkan taktik hit and run atau teknik menyerang secara sporadis, kemudian melarikan diri ke dalam lebatnya hutan untuk menghilangkan jejak.
Untuk mempersempit gerakan kawanan Ali Kalora, operasi Tinombala kembali digelar dengan anggota gabungan TNI dan Polri. Namun, ada formasi yang berbeda dengan misi baru tersebut. Personil satgas Tinombala tak lagi diperkuat pasukan dari Jakarta, melainkan petugas TNI-Polri daerah setempat yang dibantu oleh polda dan korem lokal. Satgas ini dterjunkan ke daerah Parigi Montong hingga Poso, yang memang dikenal rawan digunakan sebagai lokasi terorisme. Selain mengejar, petugas juga akan melakukan penyekatan untuk mempersempit gerak-gerik kelompok Ali Kalora
No comments